Sabtu, 12 April 2008


Tetesan keringat yang banyak berceceranTanpa peduli tuan-tuan campakkanDengan gigih mereka lakukanHanya untuk menginginkan kemenanganWahai kaulah yang menggemarkannyaIngatlah…..Bahwa perjuangan kita adalahkeirngat kitaBahwa tetesan keringat kitaAdalah detik-detik nyawa kita,Tapi dengan mudah tuan-tuanMembiarkan, meninggalakan, dan menetralkannyaDan dengan tidak segan-seganTuan terlantarkan, seperti layaknyasampah……Tuan kemanakah hakekat puasa tuanApakah tuan-tuan puasHanya dengan mengadahkan tanganDitengah malam ……Dan meminta maaf kepada ilahiBagi kami itu adalah doa kuburanyang tak akan mengadahkan ampunanDari sang pencipta alam

pengantar


Komunitas sastra ibarat sampan berlayar di lautan kaca, berisi makhluk-makhluk maya,mengarungi luasnya samudera kata-kata, hingga ada yang menggumpal menjadipuisi, cerpen atau pun esai, bagaikan pulau-pulau tempat sampan berlabuh.Pernah terbentuk suatu komunitas sastra yang penuh gelora kebebasan, bebas berekspresi, berkarya sastra, mengeluarkan pendapat, dan berbeda nilai karsa akan sebuah karya sekali pun. Tapi apa lacur, kebebasan itu tak semulus yang dibayangkan, manakala perbedaan pendapat adalah bencana. Kebebasan menjadi obituari dan rasa jengah yang berujung keinginan hengkang pun tak terelakkan lagi."Perpisahan adalah sebuah permulaan baru", atas dasar inilah sebuah pertaruhan bagi pencinta kebebasan bersastra terebak kini. "Apresiasi-Sastra" adalah sebuah pilihan. Maukah kita memulai dan menjaga komunitas sastra ini?. Hanya andalah yang mampu menjawabnya.Mungkin kata-kata bijak di bawah ini perlu dijadikan sebagai atapnya komunitas sastra baru kita:"Wadah yang eksklusif tak akan bertahan lama" (Mahatma Gandhi)Salam,*Apresiasi-Sastra*